“ANALISIS SISTEM PEMILU DI INDONESIA”
Sistem pemilu merupakan bagian dari
pemilu yang mempunyai peranan
yang
penting dalam pelaksanaan dan menciptakan pemilu yang jujur dan adil. Sistem pemilihan umum
merupakan rangkaian aturan dimana pemilih mengekspresikan preferensi politik
mereka, dan suara dari para pemilih
diterjemahkan
menjadi kursi.
Secara umum sistem
Pemilihan Umum pada dasarnya
dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sistem Perwakilan Distrik/Mayoritas
(single member constituencies) dan Sistem Perwakilan berimbang (proportional
representation). Pada
sistem perwakilan distrik, sistem
pemilu
ditentukan atas kesatuan geografis dimana setiap geografis/distrik hanya memilih seorang wakil.
Sedangkan dalam sistem perwakilan proporsional yaitu dimana kursi-kursi di
lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, disesuaikan
dengan prosentase atau pertimbangan jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap
partai politik. Terdapat beberapa hal yang terkait dengan elemen atau unsur Sistem
Pemilu, yaitu :
penyuaraan, besar distrik, formula pemilihan (electoral formula),
dan ambang batas.
Berkiatan dengan hal
tersebut, maka saya
mencoba untuk menganalisis sistem
pemilu berserta unsurnya dalam Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2014. Hal
ini didasarkan pada ketentuan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pemilihan Umum 2014,
merupakan pemilihan umum ke 11 (sebelas) yang telah dilaksanakan oleh
Indonesia. Pada Pemilu Tahun 2014 ini diselenggarakan serentak pada tanggal 9
April 2014 untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Berdasarkan ketentuan pada pasal 5
ayat (1) UU no. 8 tahun 2012 dalam Pemilihan Legislatif ini, untuk pemilihan
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan sistem sistem
perwakilan proporsional terbuka. Sedangkan pada pasal 5 ayat (2) menjelaskan
bahwa untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dilkasanakan
dengan sistem distrik perwakilan banyak. Sebagaimana yang telah dijelaskan
diatas, bahwa sistem perwakilan proporsional yang dimaksud disini
yaitu, dimana kursi-kursi di lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada
tiap-tiap partai politik, disesuaikan dengan prosentase atau pertimbangan jumlah
suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Karakteristik umum
sistem ini, antara lain adalah : 1)
Partai
memberikan daftar
kandidat yang jumlahnya minimal sama dengan alokasi kursi yang tersedia di daerah pemilihan
(distrik), 2) Jumlah
kursi yang diperoleh setiap partai
berimbang
dengan jumlah suara yang diperolehnya di daerah pemilihan yang bersangkutan, 3) Jumlah kursi yang
diperoleh setiap partai ditentukan dengan menggunakan metode sisa suara terbanyak (largest
remainder) atau metode rata-rata tertinggi (highest
average) dan
4) Biasanya
disyaratkan adanya threshold
tertentu
yang harus dipenuhi oleh setiap partai untuk dapat diikutsertakan dalam pembagian kursi. Berdasarkan
Pasal 2 Undang-Undang nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, bahwa Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Yang mana pada Pemilu
Legislatif 2014 ini diikuti oleh 15 partai yang terdiri dari, 12 partai politik dan 3
partai lokal yang diantaranya sebagai berikut : Partai Nasional
Demokrat (NasDem), Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB),
Partai
Keadilan Sejahtera (PKS),
Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (GOLKAR), Partai Gerakan
Indonesia Raya (GERINDRA),
Partai
Demokrat, Partai
Amanat Nasional, Partai
Persatuan Pembangunan (PPP),
Partai
Hati Nurani Rakyat (HANURA),
Partai
Damai Aceh (PDA), Partai
Nasional Aceh (PNA), Partai
Aceh, Partai Bulan Bintang dan Partai Keadilan dan
Persatuan Indonesia (PKPI)
Adapun
unsur-unsur pada sistem Pemilu diantaranya terdiri dari :
1. Penyuaraan
(Balloting)
Penyuaraan pada dasarnya adalah
tata cara yang harus diikuti pemilih yang berhak menentukan suara. Jenis
penyuaraan dbedakan menjadi 2 tipe. Pertama, kategorikal, yaitu
pemilih hanya memilih satu partai atau satu calon. Kedua, ordinal, yaitu pemilih
memiliki kebebasan lebih dan dapat menentukan preferensi atau urutan
dari partai atau calon yang diinginkan.sedangkan dalam hal teknis penyuaraan
sendiri dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama, dengan menuliskan nama partai
atau calon yang dipilih dalam kertas suara. Kedua, dengan
mencoblos/melubangi/melingkari dan sejenisnya tanda gambar atau nama calon yang
dipilih. Berkaitan dengan hal tersebut, di Indonesia sendiri saat ini
menggunakan teknis
kedua, yaitu dengan mencoblos gambar partai atau nama calon peserta pemilihan umum. Hal ini
berlaku pula pada pemilihan umum legislatif 2014 pada saat ini.
2. Besaran Distrik
(District Magnitude)
Besaran distrik (District
Magnitude) adalah berapa banyak anggota lembaga perwakilan yang akan
dipilih dalam satu distrik pemilihan. Besar sistrik dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu distrik beranggota tunggal dan distrik beranggota jamak. Berdasarkan
jumlah kursi yang diperebutkan distrik beranggota jamak dikelompokan menjadi
kategori distrik kecil (2-5), distrik sedang (6-10) dan distrik besar (>10).
Di Indonesia sendiri banyaknya anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih dalam satu
distrik pemilihan pada Pemilu 2014 telah diatur dalam Undang-Undang nomor 8
Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk pemilihan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat,
ditetapkan
jumlah kursi yang tersedia adalah 560, dan jumlah anggota yang akan dipilih dalam satu
distrik sebagaimana yang diatur pada pasal 22 ayat (1) dan (2), yaitu : (1) Daerah pemilihan
anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota, (2) Jumlah kursi setiap
daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3(tiga) kursi dan
paling banyak 10 (sepuluh) kursi. Sedangkan untuk pemilihan anggota Dewan
Perwakilan rakyat Provinsi
daerah
pemilihan terdiri dari kabupaten/kota atau gabungan kabupaten atau kota. Sedangkan untuk jumlah
kursi setiap daerah paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12
kursi. Selanjutnya
untuk daerah pemilihan anggota
DPRD
Kabupaten/Kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan, yang mana jumlah kursi
setiap daerah pemilihan tersebut paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12
(dua belas) kursi. Dan
pada pemilihan anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) jumlah kursi setiap provinsi ditetapkan 4 kursi, dan daerah
pemilihan untuk anggota DPD tersebut adalah provinsi.
3. Pembuatan Batas-Batas Representasi/Pendistrikan
Yang juga penting untuk diketahui berkaiatan dengan besaran distrik
adalah cara yang menentukan batas-batas distrik. Ada dua hal yang perlu
dipertimgbangkan dalam dalam menentukan batas batas pendistrikan yaitu masalah
keterwakilan dan kesetaraan kekuatan suara. Keterwakilan menyangkut bagaimana
suatu komunitas kepentingan dapat diwakili kehadiran dan kepentingannya.
Komunitas kepentingan dapat berupa pembagian administratif, lingkungan etnis
atau ras, atau masyarakat alami seperti pulau palau yang dikelilingi batas-
batas fisik. Sementara itu kesetaraan, kekuatan suara berkaiatan dengan usaha
agar nialai suara dari seseorang pemilih di sebuah daerah pemilihan sama dengan
nilai suara dari seseorang pemilih di daerah pemilihan lainnya ketika suara itu
dikonversi menjadi nilai kursi diparlemen.
Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UU No.8 Tahun 2012, di
Indonesia untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat daerah pemilihan anggota
mencakup daerah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota.
Kemudian pada pasal 22 ayat (3) dipertegas kembali, dalam hal penentuan daerah pemilihan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tersebut tidak dapat diberlakukan,
penentuan daerah pemilihan menggunakan bagian kabupaten/kota, Sedangkan pasal
24 memberikan penjelasan bahwa daerah pemilihan anggota DPR provinsi adalah
kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota. Dan selanjutnya pada pasal 27
menjelaskan mengenai batasan daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota
meliputi kecamatan, atau gabungan kecamatan. Dan pada pemilihan anggota DPRD
kabupaten/kota apabila terjadi bencana yang mengakibatkan hilangnya daerah
pemilihan, daerah pemilihan tersebut dihapuskan, sebagimana hal tersebut
dijelaskan pada pasal 28. Kemudian ketentuan pasal 30 untuk pemilihan anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hanya ada satu, yaitu provinsi.
4. Formula Pemilihan (Electoral Formula)
Formula Pemilihan (Electoral Formula) adalah bagian dari system pemilihan
umum yang membicarakan penerjemahan suara menjadi kursi. Secara umum dalam
electoral formula dapat diklasifikasi menjadi tiga jenis, yaitu formula Pluralitas (plurality), formula Mayoritas
(majority), dan formula Perwakilan Berimbang (proportional representation). Adapun
penjelasan singkat mengenai klasifikasi dalam electoral formula adalah sebagai
berikut :
1.
Formula
pluralitas (plurality), dalam metode ini calon yang meraih suara terbanyak
secara langsung ditetapkan sebagai peraih kursi. Disini, misal A mendapatkan
kursi karena rumus A>B>C>D>E.
2.
Formula
mayoritas, dalam metode ini calon yang meraih 50% lebih suara berhak
mendapatkan kursi, sehingga berlaku rumus A>B+C+D+C. apabila tidak ada calon
yang meraih suara 50% lebih,maka dilakukan pemungutan suara putaran kedua, yang
diikuti oleh peraih suara terbanyak pertama dan suara terbanyak kedua.
3.
Formula
perwakilan berimbang yaitu perolehan kursi ditentukan berdasarkan proporsi
perolehan suara. Pada sistem proporsional terdapat beberapa mekanisme yang
digunakan dalam menentukan perolehan kursi dari partai politik. Secara garis
besar perhitungan suara tersebut dipilah menjadi dua, yaitu teknik kuota dan
teknik divisor
5. Ambang Batas (Threshold)
Threshold yaitu tingkat minimal dukungan yang harus diperoleh sebuah partai
untuk mendapatkan perwakilan. Batas minimal itu biasanya diwujudkan dalam
prosentase dari hasil Pemilu. Dalam
praktek pemilu di banyak negara, konsep ambang batas formal tersebut tidak
hanya berlaku pada daerah pemilihan, tetapi juga diberlakukan pada tingkat
wilayah pemilihan. Di Indonesia sendiri, berdasarkan Undang-Undang nomor 8
Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 208 menjelaskan
bahwa, partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan
suara sekurang-kuranganya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah secara
nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD
provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Itu artinya, partai politik yang meraih suara di bawah
ambang batas 3,5% suara nasional berarti tidak berhak mendapatkan kursi,
meskipun bisa saja dalam penghitungan di setiap daerah pemilihan partai politik
tersebut mendapatkan kursi. Di Indonesia konsep ini biasa dikenal dengan
istilah ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Dan konsep
threshold tidak sekedar dimaksudkan sebagai ambang batas minimal dukungan untuk
mendapatkan perwakilan di parlemen, namun juga digunakan sebagai syarat untuk
dapat menjadi peserta pada pemilu berikutnya (electoral threshold). Dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, electoral threshold bukan digunakan untuk
menentukan ambang batas untuk mengikuti pemilu berikutnya, namun lebih
digunakan untuk menentukan peserta Pemilu Tahun 2014. Ini tercantum secara
jelas dalam Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.
“Partai
Politik peserta pemilu pada pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas
perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai Partai
Politik peserta Pemilu berikutnya”
Penyelenggaraan Pemilihan Umum oleh pemerintah
Indonesia dengan menggunakan sistem perwakilan proporsional (pemilihan DPR, DPR
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota) dan sistem distrik berwakil banyak untuk
pemilihan anggota DPD terdapat kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya.
Adapun keuntungan dan kelebihan dalam perwakilan proporsional :
a.
Kelebihan
:
-
Pada
sistem perwakilan proporsional dianggap representative, karena jumlah kursi
partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang diperoleh
dalam pemilihan umum.
-
Sistem
proporsional dalam pemilihan legislative (DPR, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota) dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian karena
praktif tanpa ada dostori, yaitu kesenjangan antara suara nasional dan jumlah
kursi dalam parlemen, tanpa suara yang hilang atau wasted.
b.
Kekurangan
:
-
Kurang
mendorong partai-partai untuk berintegrasi satu sama lain, malah sebaliknya senderung mepertajam
perbedaan diantara mereka. Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat proses integrasi
diantara berbagai golongan dimasyarakat yang sifat pluralis. Hal ini mepermudah
fragmentasi berdirinya partai baru yang pluraris.
-
Wakil
rakyat kurang erat hubunganya dengan konstituennya, tetapi lebih erat dengan
partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peran partai jauh lebih menonjol
dari pada kepribadian seorang wakil. Akibat sistem ini memberi kedudukan kuat
pada pimpinan partai untuk menentukan wakilnay diparlemen melalui stelsel
daftar.
-
Banyaknya
partai yang bersaing mempersulit satu partai untuk mencapai mayoritas
diparlemen.
Sedangkan dalam sistem pemilu yang menggunakan sistem
distrik, yang mana di Indoinesia saat ini diterapkan dalam pemilihan Dewan
Perwakilan Daerah. Juga masih memiliki kelebihan dan kekurangan dalam
pelaksanaanya.
Tabel. Kelebihan dan kekurangan Sistem Distrik
No
|
Kelebihan
|
Kelemahan
|
1
|
Partai-partai terdorong untuk
berintegrasi dan bekerjasama
Terjadinya kesenjangan antara
prsentase suara yang diperoleh dengan
jumlah kursi diparlemen
|
Terjadinya kesenjangan antara
prsentase suara yang diperoleh dengan
jumlah kursi diparlemen
|
2
|
Fragmentasi dan kecenderungan
mendirikan partai baru dapat
dibendung, sistem ini
mendukung penyederhanaan
partai tanpa paksaan
|
Distorsi merugikan partai kecil dan
golongan minoritas, apalagi jika
terpencar dibeberapa distrik. Sistem
inu juga kurang reprentatif karena
banyak suara yang hilang (wasted)
|
3
|
Lebih mudah bagi suatu
partai untuk mencapai kedudukan mayoritas diparlemen. Sekalipun demikian
harus dijaga agar tidak terjadi elective distorship
|
Sistem ini
mengakomodasikan kepentingan berbagai kelompok dalam
masyarakat yang heterogen dan pluraris sifatnya.
|
4
|
Terbatasnya
jumlah partai dan meningkatnya kerjasama mempermudah terjadinya stabilitas
politik
|
Wakil
rakyat yang terpilih cenderung lebih memperhatikan kepentingan daerah
pemilihannya dari pada kepentingan nasional.
|
Selain kelebihan sistem distrik diatas dalam pemilihan angota DPD di Indonesia,
tidak hanya dipilih masing-masing satu tiap distrik. Melainkan pada sistem
distrik berwakil banyak yang diterapkan di Indonesia ini, memberikan jumlah
kursi sebanyak 4 untuk masing-masing distrik. Dengan kelebihann dan kekurangan
dari masing-masing sistem tersebut maka diharapkan Pemilu kedepan dapat
berjalan dengan bak kembali, dan lebih menjunjung nilai demokratis dalam pelaksanaannya.