PELAKSANAAN
PEMERINTAHAN LOKAL
DITINJAU
DALAM ASPEK PLURALIS DAN MARXISME
Oleh
:
Eko
Aryono
1. Pada Aspek Pluralis
Pemerintah Kota Palopo dalam menjalankan
perannya, dalam segi keamanan dalam rangka menjaga pluraslime diantara lingkup
masyarakatnya, salah satunya yakni, Pemerintah Kota Palopo mengadakan Rapat
koordinasi (Rakor) dan diskusi pengamanan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1437 H
yang digelar di ruang Data Mapolres Palopo, Pada Hari Jumat, Tanggal 24 Juni
2016. Rakor tersebut berhasil menetapkan pelaksanaan operasi Ramadan yang
dimulai pada sekira pukul 09:50 Wita hingga pukul 11:30 Wita.
Operasi Ramadniya 2016
yang telah ditetapkan akan dilaksanakan selama 16 hari yang dimulai tanggal 30
Juni sampai dengan 15 Juli 2016 mendatang. Pada pertemuan tersebut juga
dihadiri langsung oleh Wali Kota Palopo, HM Judas Amir, Kapolres Palopo, AKBP
Dudung Adijono SIk Pemerintah Kota palopo dalam hal ini Dinas Koperindag untuk
melakukan sidak pasar agar tidak ada pedagang yang main-main dengan harga.
Wali Kota Palopo, HM
Judas Amir juga memberikan dukungan penuh kepada pihak kepolisian, TNI dan
intansi terkait dalam upayanya menciptakan situasi kamtibmas (Keamanan,
Ketertiban masyarakat) di Kota Palopo. Apalagi menjelang lebaran. Wali kota
juga akan mencoba melakukan koordinasi dengan dinas terkait soal bantuan dana
operasi pengamanan lebaran. Pada rakor
yang dilaksanakan juga membahas mengenai masalah transportasi angkutan darat
juga di soal seperti kenaikan tarif angkutan serta pemeriksaan kesehatan para
sopir-sopir bus sebelum mengemudikan. Sementara itu Kapolres Palopo pada
kesematan tersebut juga menyamaikan selama 19 hari Ramadan, ada empat tindak
pidana dan penyakit masyarakat yang mendominasi. Diantaranya, kasus curian
motor, narkoba, balapan liar dan petasan. Juga ada sekali perkelahian antar
warga di wilayah hukum Polsek Wara Selatan. Pada kesempatan itu juga
kapolres meminta bantuan kepada wali kota untuk memasang CCTV di titik-titik
yang dianggap rawan. Seperti di seputar gedung saidenrae, lapangan Pancasila,
pusat-pusat perbelanjaan dan sejumlah titik lainnya. "ini diharapkan agar
beberapa kejadian tindakan krimanal yang terjadi akan memudahkan pihak
kepolisian mengidentifikasi pelaku,” harapnya.
Beberapa Permasalahan lain juga dibahas, seperti, pedagang dadakan yang menjajakan dagangannya hingga ke badan jalan. Serta Peredaran uang palsu dan Ancaman-ancaman teroris juga patut diwaspadai. Kapolres juga mengharapkan kepada pihak PLN, selama Ramadan dan lebaran jangan ada mati lampu.
Beberapa Permasalahan lain juga dibahas, seperti, pedagang dadakan yang menjajakan dagangannya hingga ke badan jalan. Serta Peredaran uang palsu dan Ancaman-ancaman teroris juga patut diwaspadai. Kapolres juga mengharapkan kepada pihak PLN, selama Ramadan dan lebaran jangan ada mati lampu.
Pelaksanaan Operasi Ramadniya
2016 ini merupakan operasi terpusat terkait kegiatan masyarakat, perkiraan
ancaman dan penindakannya. Itu sebelum, saat dan pasca lebaran. Dan pada
operasi Ramadniya 2016, Polres Palopo Turunkan 214 Personil Selain Walikota Palopo, HM Judas Amir,
Kapolres Palopo, AKBP Dudung Adijono SIk, turut hadir pada rakor tersebut yakni
Dansubdenpom VII/4-1 Palopo, Kapten Cpm Adi Santoso, Pasi Ops Kodim 1403/Swg,
Lettu Syarifuddin (mewakili Dandim 1403/Swg, Letkol Kav Cecep Tendi Sutandi),
camat, lurah, Ketua Senkom, perwakilan Satpol PP, PLN, Dishub, pramuka, Dinkes,
kapolsek-kapolsek dan para kasat Polres Palopo
2. Pada Aspek Marxisme
Salah
satu program yang digencarkan pemerintahan Jokowi saat ini adalah pembangunan
infrastruktur. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019
beberapa prioritas infrastruktur yang akan dibangun antara lain: jalan tol,
pelabuhan, waduk, bandar udara, rel kereta api dan kilang minyak. Berbagai
kebijakan dibuat demi melancarkan ambisi ini.
Dengan alasan meningkatkan anggaran pembangunan
infrastruktur, Pemerintah memangkas berbagai pos yang dipandang tidak efektif
dalam APBN. Salah satunya adalah mencabut subsidi BBM dengan melepas harganya
ke mekanisme pasar, belum lagi subsidi untuk pelanggan rumah tangga 450-900
KWh, juga telah dicabut pada tahun 2016 dan yang lebih mirisnya untuk bisa
menambah anggaran pembangunan infrastruktur, sumber pembiayaan lainnya yakni
dengan menambah jumlah utang luar negeri. Menurut keterangan pejabat Kementerian
Keuangan, Pemerintah juga mendapatkan utang sebesar Rp 50 triliun pertahun
selama lima tahun ini untuk membiaya infrastruktur baik yang berasal dari ADB,
IDB, JICA, Tiongkok, Australia dan Eropa (Detikfinance, 27/02/2015).
Bank Dunia juga telah berkomitmen untuk memberikan utang sebesar 12 miliar USD
yang antara lain untuk pembangunan infrastruktur.
Untuk memperbesar akses pinjaman, Pemerintah Indonesia juga
ikut andil dalam pembentukan Asian Infrastructure Investment Bank
(AIIB) dengan menyetorkan dana sebesar US$ 672,1 juta atau Rp 8,9 triliun. Bank
infrastruktur yang digagas Tiongkok tersebut akan menjadi sumber pinjaman baru
selain dari lembaga-lembaga donor yang telah menjadi langganan Indonesia.
Sumber pembiayaan terbesar infrastruktur yang diharapkan
Pemerintah adalah investor swasta. Pelibatan investor swasta bahkan menjadi
strategi pembangunan infrastruktur saat ini. Pada RPJMN tahun 2015-2019
disebutkan: “Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dijadikan sebagai development
approach dalam pembangunan infrastruktur sektoral maupun lintas sektor
serta meningkatnya peran serta badan usaha dan masyarakat dalam pembangunan dan
pembiayaan infrastruktur.” Yang berakibat pada rencana pemerintah untuk
menggandengkan pembangunan infrastruktur melalui bantuan dari swasta asing/
investor. Berbagai cara ditempuh agar investor, khususnya asing, berminat
menanamkan modalnya di negeri mulai dari mengundang mereka secara khusus,
melakukan presentasi di berbagai forum-forum internasional, menjalin kerjasama
bilateral dengan sejumlah negara khususnya dengan Tiongkok, hingga melakukan
relaksasi sejumlah regulasi investasi seperti pemberian tax holiday
dan tax amnesty hingga pemberian izin kepemilikan properti oleh asing.
Akibatnya Pembangunan dan pengelolaan sejumlah infrastruktur
di Indonesia sejatinya telah mengandalkan peran swasta untuk dikelola secara
komersil. Jalan tol, misalnya, dari sekitar 900 kilometer yang terbangun, 576
km di antaranya dioperasikan oleh BUMN PT Jasa Marga dan sisanya oleh swasta.
Meskipun demikian, semuanya dikelola secara komersil. Akibatnya, tarif jalan
tol senantiasa naik dari waktu ke waktu, tak peduli tingkat kemacetan dan
pelayanannya di beberapa ruas semakin buruk. Dalam UU No. 38 2004 tentang
Jalan, disebutkan bahwa tarif tol, selain dihitung berdasarkan kemampuan bayar
pengguna jalan dan besar keuntungan biaya operasi kendaraan, juga ditentukan
oleh kelayakan investasi. Evaluasi dan penyesuaian tarif tol juga dilakukan
setiap dua tahun sekali dengan menyesuaikan laju inflasi. Aturan ini merupakan
jaminan bahwa pendapatan operator akan selalu menguntungkan.
Contoh lainnya adalah proyek pembangkit listrik 35 ribu
megawatt. Dari jumlah tersebut, PLN hanya diberikan 10 ribu megawatt. Sisanya
diserahkan kepada swasta. Bahkan untuk mempercepat proyek ambisius tersebut
sebagian dilakukan melalui penunjukan langsung alias tanpa tender. Di samping
investor lokal, sejumlah investor asing asal Tiongkok, Korea Selatan, Jepang
dan Eropa telah menyatakan minat mereka untuk menggarap proyek tersebut. Untuk
produsen swasta atau yang dikenal dengan independent power producer
(IPP), listrik yang mereka produksi dijual ke PLN sesuai dengan hasil negosiasi
yang paling menguntungkan. Jika biaya produksi atau tingkat keuntungan yang
diinginkan naik maka harga jual kepada PLN akan ikut naik. PLN juga didorong
agar fokus mengelola jaringan distribusi, transmisi dan maintenance,
sementara urusan pembangkit listrik diserahkan kepada IPP. Agar tetap
menguntungkan, harga di tingkat konsumen dilepas ke mekanisme pasar.
Dengan demikian PLN dan IPP tetap untung, sementara Pemerintah tak perlu
menanggung subsidi. Hal serupa juga terjadi pada pelabuhan. Dengan alasan lebih
efisien dan memiliki manajemen teknologi lebih maju, mereka diberi kelonggaran
untuk mengelola pelabuhan nasional seperti Hutchison Port Holding (Hongkong) di
Pelabuhan Petikemas Tanjung Priuk dan Dubai Port di Tanjung Perak Surabaya.
Akibatnya, Motif investasi swasta tidak lain adalah
memaksimalkan laba agar pendapatan pemilik saham meningkat. Akibatnya,
komersialisasi infrastruktur publik seperti jalan, listrik dan air membuat
akses publik terhadap layanan dasar tersebut terutama bagi penduduk yang kurang
mampu menjadi kian mahal. Keterlibatan swasta dalam pengelolaan infrastruktur
juga tidak menjamin kualitas akan menjadi lebih baik. Sekedar contoh,
pengelolaan air di DKI Jakarta yang diserahkan kepada swasta tidak saja membuat
harga air semakin mencekik, namun kualitas air juga semakin buruk. Proyek 10
ribu megawatt yang didominasi investor Tiongkok kualitasnya sangat buruk
dibandingkan yang dibangun oleh anak perusahaan PLN. Laporan Public
Services International(PSI) dengan tajuk “Why Public-Private
Partnerships (PPPs) don’t work” memaparkan bagaimana buruknya pembangu-nan
infrastruktur di sejumlah negara yang melibatkan swasta dibandingkan jika
dilakukan oleh Pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar