Minggu, 09 Oktober 2016

Militer dan Politik di Indonesia


Militer dalam bahasa inggris military” adalah the soldiers, the army, the armend forces (Hornby dalam Juliani, 2008) yang dalam bahasa Indonesia Para pengamat hubungan sipil-militer dalam negeri seperti Letjen TNI (Purn) Sayidiman Suryahardiprojo (dalam Juliani, 2008) mendefenisikan militer berkaitan dengan kekuatan bersenjata yaitu TNI sebagai organisasi kekuatan bersenjata yang bertugas menjaga kedaulatan negara. Sedangkan Hardito (dalam Juliani, 2008) membatasi pihak militer ditekankan pada perwira professional.diartikan prajurit  atau tentara : angkatan bersenjata (terdiri dari beberapa angkatan : yakni darat, laut atau mariner dan serta udara).
Dalam studi hubungan sipil-militer, para peneliti dan pengamat militer sering berbeda pendapat mengenai siapa pihak militer itu. Amos Pelmutter membatasi konsep militer hanya ditekankan kepada semua  perwira yang duduk dalam jabatan yang menuntut kecakapan politik, aspirasi dan  orientasi yang bersifat politik tidak memandang kapangkatan, apakah perwira tinggi, menengah atau pertama (dalam Juliani, 2008). Kemudian Cohan (dalam Juliani, 2008) menyebutkan bahwa pihak militer dapat  berupa personal militer, lembaga militer, atau hanya perwira senior.
Para pengamat hubungan sipil-militer dalam negeri seperti Letjen TNI (Purn) Sayidiman Suryahardiprojo (dalam Juliani, 2008) mendefenisikan militer berkaitan dengan kekuatan bersenjata yaitu TNI sebagai organisasi kekuatan bersenjata yang bertugas menjaga kedaulatan negara. Sedangkan Hardito (dalam Juliani, 2008) membatasi pihak militer ditekankan pada perwira professional.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikatan bahwa pengertian militer secara universal adalah  institusi yang bukan sipil yang mempunyai tugas dalam bidang pertahanan dan keamanan, dalam hal ini militer merupakan suatu lembaga, bukan individu, yang menduduki posisi dalam organisasi militer.
Angkatan Bersenjata atau militer di negara yang menganut sistem demokrasi, merupakan alat negara yang dalam menjalankan fungsi organisasinya diberikan kewenangan atau mandat untuk dapat menggunakan kekerasan dalam skala tertentu, misalnya dalam menghadapi ancaman keamanan nasional baik yang berasal dari luar maupun dalam negara tersebut, tentunya sejauh ancaman tersebut merupakan bentuk ancaman kombatan yang teorganisasi sebagai suatu kekuatan bersenjata. Dilain pihak, tentara selain menjalankan fungsi tempur, juga melakukan tugas-tugas non-tempur seperti tugas-tugas diplomasi, penjaga perdamaian dan misi kemanusiaan. Hal ini dikenal dengan operasi militer selain perang (military operations other than war).
Organisasi militer dalam menjalankan berbagai tugasnya, baik di masa damai maupun perang berada dalam kendali otoritas sipil dari suatu pemerintahan sipil yang dipilih melalui pemilihan umum yang demokratis. Adapun masing-masing otoritas sipil tersebut yakni, yudikatif, legislatif dan eksekutif memiliki sisi tanggungjawab dan wewenang yang berbeda dalam melakukan kendali sipil. Dengan demikian penyelenggaraan organisasi militer sebagai alat negara akan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, terutama atas kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam menggunakan atau menjalankan organisasi militer. Apakah itu wewenang dalam menggunakan kekerasan, anggaran, maupun penyalahgunaan wewenang dari pimpinan militer itu sendiri atau pemerintah yang berkuasa karena menggunakan organisasi militer sebagai alat kepentingan politik rezim.
Kerterlibatan militer dalam politik merupakan gejala umum dinegara-negara dunia ketiga. Dinegara dunia ketiga, militer dalam kadar yang berbeda-beda dan variasi yang bermacam-macam, disamping melakukan fungsi pertahanan juga melakukan fungsi sosial politik. Keterlibatan militer dalam fungsi sosial politik berkaitan dengan kenyataan bahwa negara-negara dunia ketiga, umumnya baru mendapatkan kemerdekaan atau dalam upaya membina diri sehingga belum memiliki sistem politik yang stabil dan pemerintahan yang mantap. Disamping itu, pencapaian kemerdekaan yang dilakukan dengan kekerasan senjata dalam melawan penjajah melibatkan unsur militer didalamnya. Dengan demikian, akibat belum stabilnya pemerintahan dan adanya andil militer dalam mencapai kemerdekaan, memungkinkan militer untuk masuk dalam wilayah politik, yang sesungguhnya bukan wilayah militer tetapi wilayah sipil.
Menurut Muhaimin (dalam Sitepu, 2004) bahwa ada tiga alasan atau sebab militer secara aktif masuk arena politik dan berkembangnya peran militer dalam politik dalam kehidupan politik (sistem politik) yakni :
1.      Rangkaian sebab yang menyangkut adanya ketidakstabilan  sistem politik. Keadaan tersebut terbukanya kesempatan serta peluang yang cukup besar untuk menggunakan kekerasan dalam sistem politik,
2.      Rangkaian sebab politik yang bertalian dengan kemampuan, golongan militer untuk mempengaruhi atmosfir kehidupan politik dan bahkan untuk memperoleh peranan-peranan politik yang menentukan,
3.      Rangkaian sebab yang berhubungan dengan polical perspectives kelompok militer yang menonjol  diatara perspektif mereka adalah yang berkaitan dengan peranan dan status mereka dalam masyarakat dan juga berkenaan dengan persepsi mereka terhadap kepemimpinan sipil serta sistem politik secara keseluruhan.
Kemudian menurut Crouch (dalam Sitepu, 2004) melihat bahwa keterlibatan militer dalam politik disebabkan karena :
1.      Militer mempunyai kesempatan yang lebih luas karena organisasinya lebih kuat dari organisasi-organisasi lain.
2.      Dinegara-negara baru umumnya tidak ada tradisi yang menghindari militer terlibat dalam politik

Menurut Sitepu (2004) peranan militer dalam politik di Indonesia, bermula dari didirikannya Dewan Nasional tanggal 6 Mei 1957 oleh Presiden Soekarno, dan peran partai-partai politik dilumpuhkan. Tujuan utama Dewan Nasional adalah untuk membantu kabinet Gotong Royong dalam menjalankan program-programnya. Akan tetapi dalam kenyataannya dimaksudkan untuk mengambil alih kekuasaan partai-partai politik. Keanggotaan Dewan Nasional disebut golongan-golongan fungsional yang dalam masyarakat nyatanya berasal dari pejabat-pejabat militer yang diperlukan. Lebih jelasnya menurut Presiden Soekarno (dalam Sitepu, 2004) merupakan cakupan terhadap person-person dari golongan berikut : buruh, petani, intelegensia, seniman, kaum wanita, orang-orang Kristen, Muslim, pengusaha nasional, personal Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Dengan masuknya militer dalam Dewan Nasional telah melegitimasi secara formal militer masuk dalam wilayah politik


Kesimpulan
Di Indonesia campur tangan militer kedalam wilayah politik terjadi sudah sekian lama dan pada kenyataannya memang menyebabkan proses demokratisasi menjadi terhambat bahkan mati. Karenanya, dewasa ini salah satu upaya yang ditempuh untuk membangun demokrasi adalah dengan menjauhkan kekuatan militer dari urusan-urusan politik, dengan mengembalikannya ke barak, dan menjadikannya sebagai alat yang professional.

DAFTAR PUSTAKA

http://satriaabdi.blogspot.co.id/2008/03/militer-dalam-sistem-politik-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar