Senin, 09 Januari 2017

Sistem Pemilihan Umum di Indonesia






ANALISIS SISTEM PEMILU DI INDONESIA



Sistem pemilu merupakan bagian dari pemilu yang mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan dan menciptakan pemilu yang jujur dan adil. Sistem pemilihan umum merupakan rangkaian aturan dimana pemilih mengekspresikan preferensi politik mereka, dan suara dari para pemilih diterjemahkan menjadi kursi.
Secara umum sistem Pemilihan Umum pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sistem Perwakilan Distrik/Mayoritas (single member constituencies) dan Sistem Perwakilan berimbang (proportional representation). Pada sistem perwakilan distrik, sistem pemilu ditentukan atas kesatuan geografis dimana setiap geografis/distrik hanya memilih seorang wakil. Sedangkan dalam sistem perwakilan proporsional yaitu dimana kursi-kursi di lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, disesuaikan dengan prosentase atau pertimbangan jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Terdapat beberapa hal yang terkait dengan elemen atau unsur Sistem Pemilu, yaitu : penyuaraan, besar distrik, formula pemilihan (electoral formula), dan ambang batas.
Berkiatan dengan hal tersebut, maka saya mencoba untuk  menganalisis sistem pemilu berserta unsurnya dalam Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2014. Hal ini didasarkan pada ketentuan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pemilihan Umum 2014, merupakan pemilihan umum ke 11 (sebelas) yang telah dilaksanakan oleh Indonesia. Pada Pemilu Tahun 2014 ini diselenggarakan serentak pada tanggal 9 April 2014 untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Berdasarkan ketentuan pada pasal 5 ayat (1) UU no. 8 tahun 2012 dalam Pemilihan Legislatif ini, untuk pemilihan DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan sistem sistem perwakilan proporsional terbuka. Sedangkan pada pasal 5 ayat (2) menjelaskan bahwa untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dilkasanakan dengan sistem distrik perwakilan banyak. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa sistem perwakilan proporsional yang dimaksud disini yaitu, dimana kursi-kursi di lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, disesuaikan dengan prosentase atau pertimbangan jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Karakteristik umum sistem ini, antara lain adalah : 1) Partai memberikan daftar kandidat yang jumlahnya minimal sama dengan alokasi kursi yang tersedia di daerah pemilihan (distrik), 2) Jumlah kursi yang diperoleh setiap partai berimbang dengan jumlah suara yang diperolehnya di daerah pemilihan yang bersangkutan, 3) Jumlah kursi yang diperoleh setiap partai ditentukan dengan menggunakan metode sisa suara terbanyak (largest remainder) atau metode rata-rata tertinggi (highest average) dan 4) Biasanya disyaratkan adanya threshold tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap partai untuk dapat diikutsertakan dalam pembagian kursi. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bahwa Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Yang mana pada Pemilu Legislatif 2014 ini diikuti oleh 15 partai yang terdiri dari, 12 partai politik dan 3 partai lokal yang diantaranya sebagai berikut : Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (GOLKAR), Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), Partai Damai Aceh (PDA), Partai Nasional Aceh (PNA), Partai Aceh,  Partai Bulan Bintang dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
Adapun unsur-unsur pada sistem Pemilu diantaranya terdiri dari :              

1. Penyuaraan (Balloting)
Penyuaraan pada dasarnya adalah tata cara yang harus diikuti pemilih yang berhak menentukan suara. Jenis penyuaraan dbedakan menjadi 2 tipe. Pertama, kategorikal, yaitu pemilih hanya memilih satu partai atau satu calon. Kedua, ordinal, yaitu pemilih memiliki kebebasan lebih dan dapat menentukan preferensi atau urutan dari partai atau calon yang diinginkan.sedangkan dalam hal teknis penyuaraan sendiri dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama, dengan menuliskan nama partai atau calon yang dipilih dalam kertas suara. Kedua, dengan mencoblos/melubangi/melingkari dan sejenisnya tanda gambar atau nama calon yang dipilih. Berkaitan dengan hal tersebut, di Indonesia sendiri saat ini menggunakan teknis kedua, yaitu dengan mencoblos gambar partai atau nama calon peserta pemilihan umum. Hal ini berlaku pula pada pemilihan umum legislatif 2014 pada saat ini. 
                                                          
2. Besaran Distrik (District Magnitude)
Besaran distrik (District Magnitude) adalah berapa banyak anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih dalam satu distrik pemilihan. Besar sistrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu distrik beranggota tunggal dan distrik beranggota jamak. Berdasarkan jumlah kursi yang diperebutkan distrik beranggota jamak dikelompokan menjadi kategori distrik kecil (2-5), distrik sedang (6-10) dan distrik besar (>10). Di Indonesia sendiri banyaknya anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih dalam satu distrik pemilihan pada Pemilu 2014 telah diatur dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditetapkan jumlah kursi yang tersedia adalah 560, dan jumlah anggota yang akan dipilih dalam satu distrik sebagaimana yang diatur pada pasal 22 ayat (1) dan (2), yaitu : (1) Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota, (2) Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3(tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi. Sedangkan untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan rakyat Provinsi daerah pemilihan terdiri dari kabupaten/kota atau gabungan kabupaten atau kota. Sedangkan untuk jumlah kursi setiap daerah paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 kursi. Selanjutnya untuk daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan, yang mana jumlah kursi setiap daerah pemilihan tersebut paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi. Dan pada pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) jumlah kursi setiap provinsi ditetapkan 4 kursi, dan daerah pemilihan untuk anggota DPD tersebut adalah provinsi.

3. Pembuatan Batas-Batas Representasi/Pendistrikan
Yang juga penting untuk diketahui berkaiatan dengan besaran distrik adalah cara yang menentukan batas-batas distrik. Ada dua hal yang perlu dipertimgbangkan dalam dalam menentukan batas batas pendistrikan yaitu masalah keterwakilan dan kesetaraan kekuatan suara. Keterwakilan menyangkut bagaimana suatu komunitas kepentingan dapat diwakili kehadiran dan kepentingannya. Komunitas kepentingan dapat berupa pembagian administratif, lingkungan etnis atau ras, atau masyarakat alami seperti pulau palau yang dikelilingi batas- batas fisik. Sementara itu kesetaraan, kekuatan suara berkaiatan dengan usaha agar nialai suara dari seseorang pemilih di sebuah daerah pemilihan sama dengan nilai suara dari seseorang pemilih di daerah pemilihan lainnya ketika suara itu dikonversi menjadi nilai kursi diparlemen.
Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UU No.8 Tahun 2012, di Indonesia untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat daerah pemilihan anggota mencakup daerah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota. Kemudian pada pasal 22 ayat (3) dipertegas kembali, dalam hal penentuan daerah pemilihan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tersebut tidak dapat diberlakukan, penentuan daerah pemilihan menggunakan bagian kabupaten/kota, Sedangkan pasal 24 memberikan penjelasan bahwa daerah pemilihan anggota DPR provinsi adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota. Dan selanjutnya pada pasal 27 menjelaskan mengenai batasan daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota meliputi kecamatan, atau gabungan kecamatan. Dan pada pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota apabila terjadi bencana yang mengakibatkan hilangnya daerah pemilihan, daerah pemilihan tersebut dihapuskan, sebagimana hal tersebut dijelaskan pada pasal 28. Kemudian ketentuan pasal 30 untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hanya ada satu, yaitu provinsi.
                                                                                                 
4. Formula Pemilihan (Electoral Formula)
Formula Pemilihan (Electoral Formula) adalah bagian dari system pemilihan umum yang membicarakan penerjemahan suara menjadi kursi. Secara umum dalam electoral formula dapat diklasifikasi menjadi tiga jenis, yaitu formula  Pluralitas (plurality), formula Mayoritas (majority), dan formula Perwakilan Berimbang (proportional representation). Adapun penjelasan singkat mengenai klasifikasi dalam electoral formula adalah sebagai berikut :
1.      Formula pluralitas (plurality), dalam metode ini calon yang meraih suara terbanyak secara langsung ditetapkan sebagai peraih kursi. Disini, misal A mendapatkan kursi karena rumus A>B>C>D>E.
2.      Formula mayoritas, dalam metode ini calon yang meraih 50% lebih suara berhak mendapatkan kursi, sehingga berlaku rumus A>B+C+D+C. apabila tidak ada calon yang meraih suara 50% lebih,maka dilakukan pemungutan suara putaran kedua, yang diikuti oleh peraih suara terbanyak pertama dan suara terbanyak kedua.
3.      Formula perwakilan berimbang yaitu perolehan kursi ditentukan berdasarkan proporsi perolehan suara. Pada sistem proporsional terdapat beberapa mekanisme yang digunakan dalam menentukan perolehan kursi dari partai politik. Secara garis besar perhitungan suara tersebut dipilah menjadi dua, yaitu teknik kuota dan teknik divisor
                                                                         
5. Ambang Batas (Threshold)
Threshold yaitu tingkat minimal dukungan yang harus diperoleh sebuah partai untuk mendapatkan perwakilan. Batas minimal itu biasanya diwujudkan dalam prosentase dari hasil Pemilu.  Dalam praktek pemilu di banyak negara, konsep ambang batas formal tersebut tidak hanya berlaku pada daerah pemilihan, tetapi juga diberlakukan pada tingkat wilayah pemilihan. Di Indonesia sendiri, berdasarkan Undang-Undang nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 208 menjelaskan bahwa, partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kuranganya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.      
Itu artinya, partai politik yang meraih suara di bawah ambang batas 3,5% suara nasional berarti tidak berhak mendapatkan kursi, meskipun bisa saja dalam penghitungan di setiap daerah pemilihan partai politik tersebut mendapatkan kursi. Di Indonesia konsep ini biasa dikenal dengan istilah ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Dan konsep threshold tidak sekedar dimaksudkan sebagai ambang batas minimal dukungan untuk mendapatkan perwakilan di parlemen, namun juga digunakan sebagai syarat untuk dapat menjadi peserta pada pemilu berikutnya (electoral threshold). Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, electoral threshold bukan digunakan untuk menentukan ambang batas untuk mengikuti pemilu berikutnya, namun lebih digunakan untuk menentukan peserta Pemilu Tahun 2014. Ini tercantum secara jelas dalam Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.
“Partai Politik peserta pemilu pada pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai Partai Politik peserta Pemilu berikutnya”

Penyelenggaraan Pemilihan Umum oleh pemerintah Indonesia dengan menggunakan sistem perwakilan proporsional (pemilihan DPR, DPR provinsi, dan DPRD kabupaten/kota) dan sistem distrik berwakil banyak untuk pemilihan anggota DPD terdapat kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya. Adapun keuntungan dan kelebihan dalam perwakilan proporsional :
a.    Kelebihan :
-       Pada sistem perwakilan proporsional dianggap representative, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang diperoleh dalam pemilihan umum.
-       Sistem proporsional dalam pemilihan legislative (DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota) dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian karena praktif tanpa ada dostori, yaitu kesenjangan antara suara nasional dan jumlah kursi dalam parlemen, tanpa suara yang hilang atau wasted.
b.    Kekurangan :
-       Kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi satu sama lain,  malah sebaliknya senderung mepertajam perbedaan diantara mereka. Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai golongan dimasyarakat yang sifat pluralis. Hal ini mepermudah fragmentasi berdirinya partai baru yang pluraris.
-       Wakil rakyat kurang erat hubunganya dengan konstituennya, tetapi lebih erat dengan partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peran partai jauh lebih menonjol dari pada kepribadian seorang wakil. Akibat sistem ini memberi kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk menentukan wakilnay diparlemen melalui stelsel daftar.
-       Banyaknya partai yang bersaing mempersulit satu partai untuk mencapai mayoritas diparlemen.
Sedangkan dalam sistem pemilu yang menggunakan sistem distrik, yang mana di Indoinesia saat ini diterapkan dalam pemilihan Dewan Perwakilan Daerah. Juga masih memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaanya.
Tabel. Kelebihan dan kekurangan Sistem Distrik           
No
Kelebihan
Kelemahan
1
Partai-partai terdorong untuk
berintegrasi dan bekerjasama
Terjadinya kesenjangan antara
prsentase suara yang diperoleh dengan
jumlah kursi diparlemen
Terjadinya kesenjangan antara
prsentase suara yang diperoleh dengan
jumlah kursi diparlemen
2
Fragmentasi dan kecenderungan
mendirikan partai baru dapat
dibendung, sistem ini
mendukung penyederhanaan
partai tanpa paksaan
Distorsi merugikan partai kecil dan
golongan minoritas, apalagi jika
terpencar dibeberapa distrik. Sistem
inu juga kurang reprentatif karena
banyak suara yang hilang (wasted)
3
Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas diparlemen. Sekalipun demikian harus dijaga agar tidak terjadi elective distorship
Sistem ini mengakomodasikan kepentingan berbagai kelompok dalam
masyarakat yang heterogen dan pluraris sifatnya.
              
4
Terbatasnya jumlah partai dan meningkatnya kerjasama mempermudah terjadinya stabilitas politik
Wakil rakyat yang terpilih cenderung lebih memperhatikan kepentingan daerah pemilihannya dari pada kepentingan nasional.


Selain kelebihan sistem distrik diatas dalam pemilihan angota DPD di Indonesia, tidak hanya dipilih masing-masing satu tiap distrik. Melainkan pada sistem distrik berwakil banyak yang diterapkan di Indonesia ini, memberikan jumlah kursi sebanyak 4 untuk masing-masing distrik. Dengan kelebihann dan kekurangan dari masing-masing sistem tersebut maka diharapkan Pemilu kedepan dapat berjalan dengan bak kembali, dan lebih menjunjung nilai demokratis dalam pelaksanaannya.