FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA LEGISLATIF
STUDI KASUS : DPRD KOTA PALOPO
Oleh :
Eko Aryono
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penguatan
peran lembaga legislatif di era reformasi ini adalah suatu keharusan yang tidak
dapat dibantahkan lagi. DPRD berfungsi dan berperan dalam melaksanakan
fungsi-fungsi, budgeting, legislation, dan controlling. Tantangan pokoknya
adalah bagaimana DPRD dapat menciptakan suatu mekanisme kerja yang dapat
mengoptimalkan kinerjanya. Menumbuhkan kesadaran DPRD akan fungsi yang diembannya
merupakan suatu kebutuhan yang mendesak, karena masyarakat madani sangat
berharap banyak agar DPRD dapat melakukan fungsi-fungsi parlemennya dengan
peran yang lebih nyata dan dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.
Pengawasan
adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan
proses kegiatan pimpinan untuk
memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi
akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan,
instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan sebagai
fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat
manapun. Pengawasan legislatif sebagaimana dimaksudkan Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 162 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan
Perwakilan Daerah, meliputi :
1) Peraturan Daerah, 2) APBD, 3) Peraturan
perundangan lainnya, 3) Dana Otsus, 4) Proyek-proyek pusat di daerah, 5) Keputusan
Kepala Daerah, dan 6) Asset daerah. Berdasarkan UU No.23 tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah, kedudukan DPRD sebagai badan legislatif sejajar dan
menjadi mitra pemerintah daerah, meskipun kedudukan DPRD sejajar dengan Kepala
Daerah akan tetapi dalam alokasi kekuasaan yang dimiliki lebih besar Kepala
Daerah dibanding DPRD, ini terjadi karena Kepala Daerah mempunyai dua fungsi,
yakni Kepala Daerah Otonom dan sebagai kepala wilayah. Sebagai Kepala Daerah
Otonom, Kepala Daerah berfungsi memimpin dan bertanggungjawab penuh atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah, sedangkan sebagai Kepala Wilayah, Kepala
Daerah memiliki fungsi sebagai pemimpin penyelenggaraan pemerintahan umum.
Sebagai wakil rakyat,
DPRD mempunyai fungsi legislasi, fungsi controlling atau pengawasan dan fungsi
Anggaran. Dalam fungsi legislasi DPRD memiliki kewenangan untuk membuat
peraturan-peraturan Daerah, baik berdasarkan inisiatif Kepala Daerah maupun
inisiatif DPRD sendiri. Dalam hal fungsi anggaran DPRD harus menetapkan APBD
yang diusulkan Kepala Daerah dengan memperhatikan aspirasi masyarakat,
sedangkan dalam fungsi kontrol, DPRD harus melakukan controlling atau
pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah sehingga tidak menyimpang dari
amanat dan aspirasi rakyat. Dalam rangka melakukan controlling terhadap
jalannya pemerintahan itu, DPRD mempunyai beberapa hak, yaitu hak meminta
pertanggungjawaban Kepala Daerah, hak meminta keterangan, hak mengadakan
penyelidikan, hak amandemen, hak mengajukan pernyataan pendapat, hak inisiatif,
dan hak anggaran. Pengawasan merupakan fungsi yang paling sensitif yang harus
dilakukan DPRD yang mengacu pada UU No. 23 Tahun 2014 untuk mengontrol segala
bentuk kebijakan Kepala Daerah.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang masalah di atas maka dapatlah dirumuskan permasalahan pokok
dalam penulisan ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana Fungsi Pengawasan yang
dilakukan oleh DPRD Kota Palopo ?
2.
Bagaimana Peran Optimalisasi pengawasan
dari DPRD Kota Palopo ?
3.
Sejauh mana pelaksanaan fungsi
pengawasan DPRD Kota Palopo terhadap pelaksanaan pembangunan di Kota Palopo ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pada penulisan ini adalah :
1.
Untuk mengetahui fungsi pengawasan yang
dilakukan oleh DPRD Kota Palopo
2.
Untuk Mengetahui peran optimalisasi
pengawasan dari DPRD Kota Palopo.
3. Untuk
mengetahui dan menganalisis pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kota Palopo
terhadap pelaksanaan pembangunan di Kota Palopo
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Pengawasan
merupakan hal penting dalam upaya untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan sesuai dengan rencana dan tujuan dapat tercapai. Jika kita lihat
dalam lingkup organisasi, maka pengawasan adalah merupakan proses untuk
menjamin bahwa tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Langkah awal dari
pengawasan adalah dimulai dari perencanaan, penetapan tujuan, penetapan standar
dan penetapan sasaran dari pelaksanaan suatu kegiatan. Pengawasan membantu
penilaian, apakah perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia dan
pengarahan telah dilaksanakan secara efektif. Pengawasan pada hakikatnya suatu
upaya sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan
perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan
nyata dengan standar yang telah ditetapkan, menentukan dan mengukur
penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan.
Semua itu bertujuan untuk menjamin bahwa semua sumber daya dipergunakan dengan
cara yang efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan (Handoko, T.H.,
1999).
Kedudukan
DPRD sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Terkait dengan
hal tersebut dalam menjalankan tugas dan fungsinya DPRD memiliki alat
kelengkapan (Kelangkapan Tetap, yaitu : Pimpinan DPRD, Panitia Musyawarah,
Komisi-Komisi, Badan Kehormatan, dan Panitia Anggaran. Kelengkapan Tidak Tetap,
yaitu alat kelengkapan lain yang diperlukan, seperti Panitia Khusus). Sebagai
salah satu unsur pelaksana fungsi pemerintahan daerah, maka hubungan DPRD
dengan Pemerintah Daerah adalah dalam bentuk hubungan kemitraan, yaitu
sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan
otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing, sehingga antara Pemerintah
Daerah dan DPRD dapat membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya mendukung
dan bukan merupakan lawan atau pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi
masing-masing (Penjelasan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah).
Salah
satu fungsi penting DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah
fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan DPRD lebih bersifat pengawasan politik dan
kebijakan, bukan pengawasan teknis fungsional. DPRD pada hakekatnya merupakan
organ pemerintahan di tingkat lokal yang mengemban harapan rakyat untuk berperan
sebagai representasi dan agenda kepentingan rakyat melalui proses perumusan
kebijakan dan pengawasan terhadap pemerintah daerah. Hak angket merupakan salah
satu bentuk fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu
kebijakan Kepala Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan (Wasistiono, S., dan Wiyoso, Y., 2009).
Pengawasan
DPRD bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan
rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya serta
mengembangkan mekanisme checks and balances antara DPRD dan eksekutif
demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Konsep dasar pengawasan DPRD
meliputi pemahaman tentang arti penting pengawasan, syarat pengawasan yang
efektif, ruang lingkup dan proses pengawasan. Dalam tata pemerintahan yang
baik, pengawasan berperan memberikan informasi sedini mungkin sebagai bagian
dari peringatan dini (early warning system) bagi pemerintah daerah.
Pengawasan akan memberi umpan balik untuk perbaikan pengelolaan pembangunan,
sehingga tidak keluar dari jalur/tahapan dan tujuan yang ditetapkan, agar
aktivitas pengelolaan dapat mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan
efisien (Wasistiono, S., dan Wiyoso, Y., 2009).
Hal
senada dikemukakan oleh Sunarso, S. (2005) bahwa DPRD berfungsi sebagai lembaga
pengawasan politik. DPRD sebagai struktur politik akan mewujudkan pola berlaku
sebagai wahana melaksanakan demokrasi sesuai dengan tugasnya, salah satunya
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu
paradigma yang berkembang adalah akuntabilitas pemerintah daerah merupakan
perwujudan kewajiban pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan
kegagalannya. Konsep ini didasarkan pada responsibilitas pemerintah atas
pelaksanaan kewenangannya. Dengan demikian, akuntabilitas atas lembaga
pemerintahan daerah yang melibatkan DPRD sebagai lembaga perwakilan dan
aspirasi rakyat, akan melihat atau menjalankan fungsi pengawasannya terhadap
akuntabilitas kinerja eksekutif dalam hal pelayanan publik, umum dan
pembangunan termasuk peningkatan kompetensi institusi dan kompetensi aparatur.
Pengawasan
dikaitkan dengan otonomi daerah. Ada tiga aspek utama yang mendukung
keberhasilan otonomi daerah, yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan.
Pengawasan mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak diluar
eksekutif (yaitu masyarakat dan DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Monitoring
DPRD biasanya dilakukan pada tahap awal. Pengendalian (control) adalah
mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif (pemerintah daerah sendiri) untuk
menjamin dilaksanakannya sistem kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi
dapat dicapai. Pengendalian biasanya dilakukan pada tahap operasional dan
pengendalian tugas (task control). Pemeriksaan (audit) merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki
kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah daerah
telah sesuai dengan standar atau kriteria yang ada. Pemeriksaan biasanya
dilakukan pada tahap akhir kegiatan dalam bentuk pemeriksaan kinerja, anggaran,
dan laporan pertanggungjawaban dalam bentuk nota perhitungan APBD, neraca,
laporan aliran kas, dan laporan surplus/defisit anggaran (Mardiasmo, 2004)
Setiap
manusia memiliki sifat khilaf dan salah, demikian pula halnya dengan pemerintah
yang terdiri dari individu-individu yang diberi tugas, fungsi dan kewenangan
tertentu dalam menjalankan roda pemerintahan. Oleh karena itu, pengawasan
menjadi penting untuk membantu mengingatkan, mencegah dan menghindarkan
terjadinya kesalahan (disengaja atau tidak) yang dapat menimbulkan akibat yang
buruk bagi lembaga pemerintahan, daerah dan masyarakatnya. Pengawasan bukanlah
merupakan kegiatan yang berusaha mencari kesalahan yang diperbuat oleh
seseorang. Sebaliknya, pengawasan ditujukan untuk menemukan secara dini
kesalahan-kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan, sehingga dapat segera
dilakukan perbaikan dan pelurusan kembali. Pengawasan dilakukan untuk
penyempurnaan prosedur, baik yang bersifat preventif, pengendalian maupun
represif (Widodo, J., 2001)
Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2014 pasal 153 ayat (1) point a dengan
tegas menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) mempunyai dan wewenang melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) dan peraturan perundang-undangan lainnya,
peraturan Kepala Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah, dan
kerjasama internasional di daerah. Selanjtnya pasal 154 ayat (1) point h
menyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang meminta laporan keterangan
pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, ini
merupakan salah satu bentuk fungsi pengawasan DPRD. Menurut Prawiro, D.S.
(2009) bahwa fungsi pengawasan yang diemban oleh DPRD adalah dalam tataran
pengendalian kebijakan guna menciptakan check and balances. Fungsi
pengawasan yang dilakukan oleh DPRD sebagai mitra kerja pemerintah daerah
kepada Kepala Daerah (Eksekutif) substansinya adalah mengarah pada pengawasan politik
(kebijakan). Mengingat dalam proses pengawasan terdapat evaluasi, maka apabila
sampai menyentuh pada tataran implementasi kebijakan parameter untuk menilai
seyogyanya tetap merujuk pada konteks kebijakan yang telah ditetapkan dalam
formulasi kebijakan. Masih terdapat sesuatu yang belum “klop” antara
cita-cita masyarakat dan praktek lembaga perwakilan di Indonesia, terutama
DPRD. Masyarakat menuntut akan hadirnya wakil-wakil rakyat yang ideal.
Kenyataannya terdapat gap antara anggota DPRD dengan masyarakat secara
timbal balik. Dikarenakan sistem komunikasi yang tidak lancar dan kurang
efektif atau karena minimnya kontak antara DPRD dengan rakyat yang diwakilinya.
Oleh karena itu DPRD harus memaksimalkan fungsi yang melekat pada lembaga
tersebut (Marbun, 1993).
Ada beberapa tipe dasar pengawasan, yaitu : (1) Pengawasan
Pendahuluan (Feedforward Control atau Steering Control); Suatu
proses pengawasan yang dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau
penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan yang memungkinkan koreksi
dapat dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Pendekatan ini
dengan mendeteksi masalah-masalah sedinimungkin dan mengambil tindakan yang
diperlukan sebelum suatu masalah betul-betul terjadi dan menimbulkan kerugian
yang besar. (2) Pengawasan Konkuren (Concurrent Control atau Screening
Control)); Suatu proses pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan kegiatan. Pengawasan menghendaki bahwa dimana aspek tertentu dari
suatu prosedur harus disetujui lebih dulu atau syarat tertentu harus dipenuhi
terlebih dahulu sebelum suatu kegiatan bisa dilanjutkan untuk menjamin ketepatan
pelaksanaan suatu kegiatan. (3) Pengawasan Umpan Balik (Feedback Control atau
Past-Action Control); Suatu proses pengawasan yang dilakukan dengan
mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Pengawasan
dilakukan setelah suatu kegiatan terjadi atau selesai.
Penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan, dijadikan sebagai bahan evaluasi
untuk dilakukan perbaikan pada kegiatan-kegiatan serupa di masa mendatang
(Handoko, T.H., 1999).
Pengawasan DPRD sebenarnya adalah suatu bentuk pengawasan
terhadap kebijakan terkait dengan dampak dari kebijakan dengan menggunakan
berbagai indikator atau standar. Pengawasan meliputi tingkat kepatuhan
eksekutif terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan serta dampak yang
timbul dari implementasi peraturan perundang-undangan, kebijakan dan program,
hambatan atau kendala dalam mengimplementasikan peraturan perundang-undangan,
kebijakan dan program serta mengidentifikasi pihak-pihak yang bertanggungjawab
terhadap implementasi peraturan perundang-undangan, kebijakan dan program.
Hasil pengawasan akan memperlihatkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara
kinerja peraturan perundang-undangan, kebijakan dan program yang diharapkan dan
yang nyata terjadi, sehingga dapat ditemukan seberapa jauh peraturan perundang-undangan,
kebijakan dan program tersebut dapat menyelesaikan suatu permasalahan publik,
serta untuk mengetahui dimana letak kelemahan dari peraturan
perundang-undangan, kebijakan dan program, dan membantu dalam penyesuaian dan
perumusan kembali suatu peraturan perundang-undangan, kebijakan dan dan program
(Dunn, W.N., 2004).
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Fungsi Pengawasan DPRD Kota Palopo
Fungsi pengawasan DPRD
Kota Palopo merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menjamin pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta
memastikan tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Fungsi pengawasan
yang dijalankan oleh DPRD Kota Palopo sebagai Instrumen dalam penyelenggaraan
daerah mengandung makna penting, baik
bagi pemerintah daerah maupun pelaksanaan pengawasan. Bagi pemerintah daerah, fungsi
pengawasan ini merupakan suatu mekanisme peringatan dini (early warning
system), untuk mengawal pelaksanaan aktivitas mencapai tujuan dan sasaran.
Sedangkan bagi pelaksanaaan pengawasan, fungsi pengawasan ini merupakan tugas
mulia untuk memberikan telaahan dan saran, berupa tindakan dan perbaikan. Tujuan
utama pengawasan DPRD Kota Palopo, antara lain :
a. Menjamin
agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana,
b. Menjamin
kemungkinan tindakan koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan
penyelewengan yang ditemukan,
c. Menumbuhkan
motivasi, perbaikan, pengurangan, peniadaan penyimpangan,
d. Meyakinkan
bahwa kinerja pemerintah daerah sedang atau telah mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan.
Lingkup fungsi
pengawasan dari DPRD Kota Palopo antara lain :
a. Pengawasan
terhadap pelaksanaan perda,
b. Pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan lainnya,
c. Pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan kepala daerah.
d. Pengawasan
terhadap pelaksanaan APBD.
e. Pengawasan
terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan
daerah dan kerjasama internasional di daerah.
Pada
umumnya DPRD memiliki kebebasan dalam menentukan cara melaksanakan fungsi
pengawasan asalkan saja tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Ada beberapa cara yang selama ini sering digunakan oleh DPRD dalam
melaksanakan fungsi pengawasan, antara lain :
a. Mendalami
pelaksanaan pengelolaan keuangan lewat pembahasan usulan anggaran untuk APBD.
b. Mendalami
realisasi anggaran tahun sebelumnya dan laporan keuangan triwulan, satu
semester atau pada Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah.
c. Membuat
peringatan, pertanyaan, usulan perbaikan atas kebijakan pemerintah daerah lewat
sambutan pandangan umum atau pandangan akhir dari fraksi- fraksi DPRD atau
peringatan langsung ketika mengadakan kunjungan kerja atas pelaksanaan
proyek-proyek pembangunan dan kegiatan pelayanan publik.
Pelaksanaan
fungsi pengawasan pada DPRD Kota Palopo selama ini dirasakan oleh masyarakat
belum dapat berjalan secara maksimal. Beberapa kelemahan dalam pelaksanaan
fungsi pengawasan DPRD, antara lain :
a. Belum
maksimalnya penyusunan rencana kerja DPRD dalam setahun kerja.
b. Bentuk
pengawasan lebih banyak bersifat reaktif dan sporadik.
c. Masih
jarang DPRD menyediakan atau memanfaatkan ruang laporan terbuka (seperti Kotak
Pos) sebagai wadah laporan masyarakat.
d. Belum
adanya metodologi pengawasan yang berkenaan dengan masalah metode pengawasan
pembagian dari satuan anggota komisi, jangka waktu pengawasan, cara pencarian
data yang maksimal.
e. Kurang
proaktif dalam memfasilitasi aspirasi masyarakat terkait usulan kegiatan
pembangunan termasuk di daerah pemilihannya.
f. DPRD
cenderung hanya berperan secara normatif dan tidak bisa melakukan pengawasan
secara detail karena kepala daerah menyerahkan laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk diperiksa dan diamati.
DPRD tinggal menerima hasil akhir untuk menandatangani persetujuan.
Selain kelemahan
pelaksanaan fungsi pengawasan dari DPRD Kota Palopo, juga terdapat pula
beberapa faktor penghambat bagi DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan,
antara lain :
1. Tidak
adanya peraturan yang jelas dan tegas yang mengatur tentang tata cara yang
dapat dilakukan oleh DPRD didalam melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk
mengawasi penggunaan keuangan daerah.
2. Belum
adanya peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah terkait dengan fungsi pengawasan DPRD.
3. Kurang
pahamnya anggota DPRD atas kondisi riil yang terjadi di masyarakat sehingga
kebijakan yang diputuskan dan dijalankan tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
4. Tidak
adanya peraturan yang menguatkan posisi DPRD untuk menjalankan tugas dan
wewenangnya untuk bisa berperan dalam pengawasan secara optimal.
B.
Optimalisasi Fungsi Pengawasan DPRD Kota
Palopo
DPRD dalam menjalankan fungsi
pengawasan, diharapkan benar-benar dapat memastikan bahwa pemerintah daerah
berpihak pada kepentingan publik, dan harus mampu mewujudkan tujuan dan
kepentingan bersama yang sudah disepakati dalam proses legislasi dan
penganggaran. Aspirasi masyarakat pada hakekatnya secara melembaga sudah
terwakili melalui wakil-wakilnya di DPRD, khususnya dalam bidang pengawasan.
Namun demikian, fungsi pengawasan yang dijalankan oleh DPRD Kota Palopo belum/tidak
dirasakan masyarakat sehingga timbul anggapan pengawasan kurang efektif dan
tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Fungsi pengawasan DPRD dinilai sebagian
besar masyarakat belum optimal. Sesungguhnya pengawasan yang dilakukan oleh
DPRD merupakan sistem pengawasan politis yang lebih bersifat strategis dan
bukan pengawasan teknis administrasi Anggota DPRD yang sekaligus menjadi
anggota partai politik tertentu semestinya dapat menjadi bagian dari sistem
yang mengkritisi kinerja eksekutif. Akan tetapi, tidak semua anggota DPRD
memiliki sikap yang kritis terhadap Pemerintah Daerah. Kondisi ini bukan hanya
meliputi anggota dewan yang berasal dari partai yang berkuasa, tetapi juga
anggota DPRD di luar partai yang berkuasa seringkali berpihak pada partai yang
berkuasa, DPRD dinilai tidak profesional karena tidak mampu menjalankan fungsi
pengawasan secara optimal, sehingga penyerapan anggaran oleh eksekutif berjalan
nyaris tanpa pengawasan yang berarti. Hal ini berakibat pada pelaksanaan
pembangunan oleh pemerintah daerah yang cenderung kurang maksimal, sehingga
manfaat pembangunan kurang dirasakan oleh rakyat. Seringkali anggota DPRD tidak
melakukan inspeksi untuk meninjau proyek yang dikerjakan oleh eksekutif.
Walaupun banyak pengaduan masyarakat tentang ketidakberesan pelaksanaan
pembangunan.
Sebenarnya DPRD adalah
lembaga politik. Sifatnya sebagai lembaga politik tercermin dalam fungsinya
untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Prasyarat pokok untuk menjadi anggota
DPRD adalah kepercayaan (legitimasi) rakyat, bukan prasyarat keahlian yang
lebih bersifat teknis. Faktanya, para anggota DPRD berasal dari berbagai latar
berlakang yang sangat beragam. Sistem Pemilihan Umum Indonesia yang bersifat
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber dan jurdil) memang membuka
peluang bagi semua komponen dalam masyarakat untuk memilih dan dipilih sebagai
wakil rakyat (anggota DPRD). Keberagaman yang ada dalam keanggotaan DPRD
semestinya dijadikan sebagai kekuatan dalam menjalankan tugas dan fungsi DPRD.
Para anggota DPRD seyogyanya melakukan introspeksi dan menyadari bahwa masih
terdapat berbagai kekurangan atau kelemahan, sehingga kekurangan dan kelemahan
tersebut dapat dicarikan solusi guna memperbaiki dan menguatkan pelaksanaan fungsi
yang melakat pada lembaga DPRD.
Faktor Penyebab Lemahnya Fungsi Pengawasan DPRD
Anggota
DPRD terpilih pada kenyataannya belum optimal melakukan pengawasan. Penyebab
hal ini terutama karena sistem partai yang terpusat membuat anggota DPRD menjadi
lebih berpihak kepada partai sebagai sumber legitimasi daripada berpihak pada pemilih
dan masyarakat. tidak heran apabila banyak Perda yang lahir tanpa memikirkan kepentingan
rakyat namun terkesan sebatas kesepakatan antara eksekutif dan legislatif. DPRD
sebagai lembaga faktor–faktor lain yang menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan
DPRD
antara lain :
a).
Rendahnya kualitas sumber daya manusia,
b).
Lemahnya kemampuan manajerial atau kepemimpinan,
c).
Lemahnya faktor dukungan (control) masyarakat,
d).
Keterbatasan dana dan
e).
Rendahnya komitmen atau motivasi anggota DPRD.
C.
Pelaksanaan
Pengawasan DPRD Terhadap Kebijakan Pembangunan Daerah
Arah
Kebijakan Pembangunan Daerah Kota Palopo hampir sama dengan kabupataen yang
lainnya, untuk jangka waktu antara tahun
2008 – 2013 lebih menfokuskan pada Pendekatan pelayanan masyarakat (service
people approach) melalui penataan manajemen birokrasi pelayanan
masyarakat dan subsidi bantuan biaya masyarakat tidak mampu, Pengembangan
wilayah terpadu (Integrated regional development) melalui pengembangan potensi
sumberdaya manusia (human resources development), peningkatan pelayanan dan derajat
kesehatan masyarakat, pembangunan infrastruktur wilayah (jaringan jalan dan jembatan,
irigasi dan drainase, perumahan dan permukiman, air bersih, listrik dan telekomunikasi,
pengembangan potensi pariwisata dan potensi budaya daerah sebagai khasanah
budaya bangsa, peningkatan stabilitas wilayah serta upaya peningkatan wilayah administratif
di kawasan Luwu Raya di Provinsi Sulawesi-selatan, Pengembangan ekonomi local melalui
pemanfaatan potensi sumber daya pertanian, kehutanan, jasa dan penataan
jaringan produksi, distribusi serta pasar lintas wilayah Sebagai mitra kerja
pemerintah daerah dan berbagai lembaga publik lainnya, maka DPRD memiliki salah
satu fungsi utama yakni pengawasan. Untuk pelaksanaan fungsi pengawasan
tersebut maka DPRD sebagai wakil rakyat di daerah perlu peka dan tanggap
terhadap proses manajemen tata pemerintahan di daerah, khususnya terhadap dokumen-dokumen
perencanaan pembangunan daerah. Hal ini penting, karena ketika akan mengimplementasikan
fungsi pengawasan DPRD, maka anggota dewan harus mengerti, mengenal dan
memahami akan setiap proses manajemen tata pemerintahan yang dijalankan.
Pengimplementasian
fungsi pengawasan DPRD akan dilakukan terhadap implementasi program pembangunan
daerah dan berdasarkan sinergisitas yang dibangun antara DPRD maupun Pemda itu,
akan menghasilkan berbagai rekomendasi kebijakan terhadap pembangunan daerah.
Hal ini akan berdampak pada pembuatan dokumen perencanaan pembangunan daerah
pada tahun atau periode berikutnya, dan hal tersebut akan menjadi siklus
positif dalam perencanaan pembangunan.
Langkah mendasar untuk menguatkan fungsi pengawasan
dari DPRD (Malik, M., 2008) dapat dilakukan sebagai berikut :
Pertama, merumuskan
batasan tentang lingkup kerja dan prioritas pengawasan,
Kedua, merumuskan
standar akuntabilitas yang baku dalam pengawasan yang dapat diterima oleh
lembaga yang menjadi sasaran dan mitra pengawasannya. Standar akuntabilitas
yang baku harus dimiliki dan dipahami oleh DPRD, agar dapat menghindarkan diri
dari politisasi fungsi pengawasan dan terhindar dari dampak negatif yang
mungkin ditimbulkannya,
Ketiga, merumuskan
standar atau ukuran yang jelas untuk menentukan sebuah kebijakan publik
dikatakan berhasil, gagal atau menyimpang dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) yang telah ditetapkan,
Keempat, merumuskan
rekomendasi serta tindak lanjut dari hasil pengawasan, baik itu pada tingkat
kebijakan, proyek, atau kasus-kasus tertentu. Semua itu harus dirumuskan dalam
Tata Tertib DPRD, sehingga alat kelengkapan dewan yang akan melakukan fungsi
pengawasan memiliki satu pemahaman yang sama meskipun berasal dari fraksi yang
berbeda-beda.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada penulisan
ini adalah :
1. Fungsi
pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Palopo antara lain :
a.
Menjamin agar pemerintah daerah berjalan
sesuai dengan rencana,
b.
Menjamin kemungkinan tindakan koreksi
yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan.
c.
Menumbuhkan motivasi, perbaikan,
pengurangan, peniadaan penyimpangan,
d.
Meyakinkan bahwa kinerja pemerintah
daerah sedang atau telah mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
2. Peran
optimalisasi pengawasan dari DPRD Kota Palopo masih sangat jauh dari yang
diharapkan. Anggota DPRD yang sekaligus menjadi anggota partai politik tertentu
semestinya dapat menjadi bagian dari sistem yang mengkritisi kinerja eksekutif.
Akan tetapi, tidak semua anggota DPRD memiliki sikap yang kritis terhadap
Pemerintah Daerah. Kondisi ini bukan hanya meliputi anggota dewan yang berasal
dari partai yang berkuasa, tetapi juga anggota DPRD di luar partai yang
berkuasa seringkali berpihak pada partai yang berkuasa, DPRD dinilai tidak
profesional karena tidak mampu menjalankan fungsi pengawasan secara optimal,
sehingga penyerapan anggaran oleh eksekutif berjalan nyaris tanpa pengawasan
yang berarti.
3. Pelaksanaan
fungsi pengawasan DPRD Kota Palopo terhadap pelaksanaan pembangunan di Kota
Palopo masih perlu ditingkatkan, karena sebagai anggota DPRD yang merupakan
wakil rakyat di daerah perlu peka dan tanggap terhadap proses manajemen tata
pemerintahan di daerah, khususnya terhadap dokumen-dokumen perencanaan pembangunan
daerah. Hal ini penting, karena ketika akan mengimplementasikan fungsi
pengawasan DPRD, maka anggota dewan harus mengerti, mengenal dan memahami akan
setiap proses manajemen tata pemerintahan yang dijalankan.
4.
Saran
Adapun
saran pada penulisan ini adalah :
1. Anggota
DPRD Kota Palopo perlu lebih kreatif memanfaat media komunikasi yang ada dalam
rangka menjaring informasi dan aspirasi masyarakat khususnya terkait dengan
pelaksanaan fungsi pengawasannya.
2. Peningkatan
kualitas sumber daya anggota DPRD kota Palopo perlu terus dilakukan baik
melalui peningkatan pendidikan akademiknya maupun melalui pendidikan-pendidikan
non formal seperti pelatihan dan lain-lain.
3. Dukungan masyarakat yang sudah diberikan perlu
terus dipelihara dan dibina agar komunikasi legislatif dengan masyarakat dapat
membantu fungsi pengawasan DPRD
4. Komitmen
dan motivasi anggota DPRD Kota Palopo harus terus dijadikan penggugah untuk
berkarya dan berbakti bagi bangsa dan Negara serta rakyat,
5. Perlu
disusun suatu bentuk standar pengawasan yang baik oleh dewan dan juga
Pemerintah Kota Palopo dalam menetapkan standar pelayanan ke masyarakat agar
pelayanan dapat lebih terjamin dan dapat dijadikan acuan oleh DPRD untuk
membuat instrument pengawasan kegiatan pelayanan publik.
DAFTAR
PUSTAKA
Dunn, W.N., 2004. Public Policy Analysis : An
Introduction. Pearson Printice Hall. New Jersey.
Handoko, 1999. Manajemen.
BPFE. Yogyakarta.
Kartiwa, A., 2006. Implementasi Peran dan Fungsi DPRD
dalam Rangka Mewujudkan “good governance”. Pusat Informasi Proses
Legislasi Indonesia, www.parlemen.net.
Malik, M., 2008. Funggsi Pengawasan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah : Antara Pengawasan Politik dan Manuver Politik.
http://cetak.bangkapos.com/ opini/read/187/Fungsi+Pengawasan+DPRD.html
Marbun, 1994. DPRD: Pertumbuhan, Masalah dan Masa
Depannya. Erlangga. Jakarta. 16
Sunarso, S., 2005. Hubungan Kemitraan Badan Legislatif
dan Eksekutif Daerah. Mandar Maju. Bandung.
Wasistiono, S., dan Wiyoso, Y., 2009. Meningkatkan
Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Fokusmedia.Bandung.
Widodo, J., 2001. Good Governance : Telaah dari
Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi
Daerah. Insan Cendikia. Surabaya.
Fungsi Pengawasan dalam Manajemen memang sangat penting dan artikel ini sangat membantu, untuk melengkapinya silahkan baca juga di Nurul Huda
BalasHapus