A. Sistem Pembagian
Kekuasaan Negara Republik
Indonesia
1. Macam-macam
Kekuasaan Negara
kekuasaan merupakan
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan
tindakan-tindakan yang diperintahkannya
Apakah Negara mempunyai
kekuasaan? negara memiliki banyak kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan
kewenangan Negara untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan
kemakmuran, serta keteraturan.
Apa saja kekuasaan negara
itu? Kekuasaan negara banyak macamnya.
Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh
Astim Riyanto dalam bukunya
yang berjudul Negara Kesatuan; Konsep,
Asas, dan Aplikasinya (2006:273),
kekuasaan negara dibagi menjadi tiga macam
yaitu:
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan
untuk membuat atau membentuk
undang-undang
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk
melaksanakan undang-undang,
termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap
pelanggaran terhadap undangundang
c. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk
melaksanakan hubungan luar
negeri.
Tokoh lain yang berpendapat
tentang kekuasaan negara, yaitu Montesquieu. Montesquieu sebagaimana dikutip
oleh Astim Riyanto dalam bukunya yang berjudul Negara Kesatuan; Konsep,
Asas, dan Aplikasinya (2006:273)
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan
untuk membuat atau membentuk
undang-undang
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk
melaksanakan undang-undang
c. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk
mempertahankan undang undang,
termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap
pelanggaran terhadap
undang-undang.
Pendapat yang dikemukakan
oleh Montesquieu merupakan
penyempurnaan dari pendapat John Locke.
Kekuasaan federatif oleh Montesquieu
dimasukan ke dalam kekuasaan eksekutif dan fungsi mengadili dijadikan
kekuasaan yang berdiri sendiri. Ketiga kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga yang berbeda dan sifatnya terpisah. Oleh karena itu teori Montesquieu ini dinamakan dengan Trias
Politica.
2. Konsep Pembagian
Kekuasaan di Indonesia
Dalam sebuah praktik
ketatanegaraan sering terjadi pemusatan kekuasaan pada satu orang saja,
sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan yang dilakukan secara absolut
atau otoriter. Untuk menghindari hal tersebut perlu adanya pemisahan atau
pembagian kekuasaan, sehingga terjadi control dan keseimbangan diantara lembaga
pemegang kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan legislatif, eksekutif maupun
yudikatif tidak dipegang oleh satu orang saja.
Apa sebenarnya konsep
pemisahan dan pembagian kekuasaan itu? Mohammad Kusnardi dan Hermaily Ibrahim
dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Tata Negara (1983:140)
menyatakan bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan
pembagian kekuasaan (divisions of power) merupakan dua istilah yang
memiliki pengertian berbeda satu sama lainnya. Pemisahan kekuasaan berarti
kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa
bagian, baik mengenai organnya maupun
fungsinya. Setiap lembaga menjalankan fungsinya masing-masing. Contoh negara
yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat.Mekanisme
pembagian kekuasaan negara dibagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif
dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa
diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama.
Mekanisme pembagian ini banyak sekali digunakan oleh banyak negara di dunia,
termasuk Indonesia.
Bagaimana konsep pembagian
kekuasaan yang dianut Indonesia? Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia
diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan
pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian
kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
Pembagian kekuasaan secara
horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu
(legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan
pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan
pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara
yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami
pergeseran setelah terjadinya perubahan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang
umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif)
menjadi enam kekuasaan negara, yaitu:
1) Kekuasaan
konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1)UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang
mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
2) Kekuasaan
eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan
penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
3) Kekuasaan
legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini
dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20
ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
4) Kekuasaan
yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini
dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Kekuasaan hakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilanumum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
5) Kekuasaan
eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara.
Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa
Keuangan yang bebas dan mandiri.
6) Kekuasaan
moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara
kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku
bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu
bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan
indepedensinya diatur dalam undang undang. Penanaman Kesadaran Berkonstitusi.
Pada hakikatnya pemegang kekuasaan Negara di Indonesia adalah rakyat Indonesia
sendiri. Hanya karena kita menganut sistem perwakilan, kekuasaan yang dimiliki
oleh rakyat didelegasikan kepada pemerintah.
Sebagai rakyat Indonesia,
kita harus mendukung setiap program dari pemerintah. Wujud dukungan itu antara
lain:
1. Berpartisipasi dalam setiap proses
pengambilan kebijakan dengan cara menyampaikan aspirasi kita kepada pemerintah.
2. Mengkritisi dan mengawasi setiap kebijakan
pemerintah
3. Melaksanakan kewajiban sebagai rakyat
Indonesia, seperti kewajiban membayar pajak, kewajiban mendahulukan kepentingan
Negara dibandingkan kepentingan pribadi/ kelompok.
Pembagian kekuasaan secara horizontal pada
tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang
sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah)
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian
kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan
DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan
berlangsung
antara Pemerintah Kabupaten/Kota
(Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.
b. Pembagian
kekuasaan secara vertikal
Pembagian kekuasaan secara
vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian
kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan
ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia
berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan
provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung
pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan
pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota
terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat
dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal
muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan
wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan
kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di
daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam
Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah
daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar